Senin, 05 April 2010

Tsunami Industri Kecil di Wonosobo


Oleh Haryati

WONOSOBO tak hanya kaya potensi pertanian dan wisata alam. Pasalnya, beragam industri kecil bergeliat di kota pegunungan ini. Industri rumahan tersebut, paling tidak, bisa dijadikan alternatif lain di luar sektor pertanian.

Bahkan ada simbiosis mutualisme antara sektor industri dan pertanian. Sebab bahan baku usaha kecil-menengah (UKM) tersebut, tak jarang, merupakan produk hasil pertanian. Model ini saling menguntungkan antara petani dan pelaku industri.

Hasil dari kreativitas dan pemberdayaan di dunia industri ternyata juga tak kalah besar dari hasil panen pertanian. Pengembangan sektor industri ini secara tidak langsung jadi penopang ekonomi warga setempat.

UKM ini, juga mampu membuka lapangan kerja baru. Tenaga kerja yang semula mengganggur sejak menjamur industri rumah tangga di Wonosobo, jadi bekerja. Ini sekaligus sebagai upaya pengentasan pengangguran di desa.

Dalam waktu tak lama, melalui pelatihan yang diikuti, mereka pun mampu menguasai keteampilan sesuai pekerjaan yang digeluti. Secara tidak langsung kreativitas warga muncul seiring dengan ilmu yang didapat dalam pelatihan.

Semangat perajin dalam mengembangkan dunia industri, bukan tidak mungkin, membuat kota ini tidak saja populer sebagai kota agraris dan kota wisata. Kota industri pun bisa tersemat di daerah bermotto Asri (aman, sehat, rapi dan indah) ini.

Geliat industri di kota di bawah kendali Bupati Drs HA Kholiq Arif MSi dan Wakil Bupati Drs H Muntohar MM ini, pada gilirannya akan menunjung sektor ekonomi lain. Kehidupan kota dan ekonomi warga juga akan tambah bergairah.
Pusat Industri Sentra industri kecil di Wonosobo tersebar di beberapa wilayah. Sapuran, sebagai penghasil bambu dan kayu albasia, selama ini tersohor dengan kerajinan bambu, kaligrafi, anyaman mendong dan batik.

Batik gaya baru dengan motif carica dan purwaceng serta tikar anyaman mendong di kembangkan warga Talunombo. Adapun kerajinan bambu untuk aneka perobat rumah tangga dibuat perajin desa Rimpak.

Sementara itu, produk kaligrafi dari bambu dan kayu merupakan kreasi pekerja di Desa Karangsari. Boleh dibilang Sapuran tergolong ikon industri batik dan kerajinan dari bambu di Wonosobo.

Sebagai basis peternak kambing domba, Kalikajar tak kalah kreasi menciptakan industri dari bulu domba. Bulu-bulu domba jenis Tecsel tersebut dirajut dan disulap menjadi beragam kerajinan tangan berupa taplak meja, tas dan sejenisnya di Desa Klowoh.

Adapun Kertek, tak asing lagi sebagai sentra pande besi. Beragam alat-alat pertanian di produski di Desa Candimulyo. Sementara alat masak dari logam dikenteng warga desa Kalisuren. Dua desa tersebut termasuk kiblat pande besi dan logam di daerahnya.

Tak hanya itu, Kertek juga terkenal sebagai pusat industri sepatu dan sandal bandol. Berjenis sepatu, dari model vantofel hingga sepatu ket dan sepatu bola, diproduksi di Klilin Sindupaten. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan Klilin merupakan ”Cibaduyutnya” Wonosobo.

Kualitas sepatu besutan warga setempat, tidak saja diakui konsumen dari Wonosobo. Pasalnya, beberapa warga di daerah lain, tak jarang, juga memburu produk sepatu buatan perajin di Klilin. Sepatu dan sandal Klilin sudah banyak terbang ke beberapa daerah di Jawa Tengah.

Wonosobo sendiri sebagai kecamatan Kota, tersohor dengan kerajinan teralis besi dan lukis botol bekas. Produk teralis besi yang sudah malang melintang di berbagai kota ini terpusat di desa Wonobungkah. Adapun lukis botol bekas dikerjakan oleh warga Mlipak.

Kecamatan Kaliwiro, Sukoharjo, Leksono dan Selomerto sebagai kawasan agropolitan Rojonoto, kaya akan industri boga. Kaliwiro penghasil gula kelapa, Selomerto produsen dodol durian dan stick pongge, Sukoharo dan Leksono sentra dodol dan keripik salak pondoh.

Industri kuliner juga berkembang di wilayah Kejajar, kawasan lereng Gunung Dieng. Daerah ini terkenal sebagai produsen minuman carica, purwaceng dan sirup kemar (terong Belanda). Garung pupuler sebagai penghasil kerajinan bambu cendani dan sandal dari pelepah pisang.

Mojotengah sendiri selain sentra pande besi, juga banyak muncul industri konveksi dan pembuatan dompet serta tas berbahan kain. Pande besi ada di desa Krasak sedang pusat konveksi di Kongsi Bumenrejo.
Kendala Geliat industri di beberapa daerah di Wonosobo memang sulit dibendung. Semangat warga memberdayakan sektor industri ibarat gelombang ”tsunami” yang teramat dasyat.

Atas ”provokasi” keberhasilan industri kreatif di daerah lain, warga Wonosobo seakan tak mau kalah. Dalam waktu tak lama, pelbagai usaha kecil-menengah itu muncul dan berkembang di Wonosobo.

Pemerintah kabupaten (Pemkab), melihat geliat warga memberdayakan diri, tak mau tinggal diam. Dalam setiap kesempatan, di mana-mana, Bupati dan Wakil Bupati ”menginterogasi” warga untuk memakai produk ”dalam negeri” Wonosobo. PNS diminta memakai sepatu produk Klilin dan Batik Talunombo serta memajang kerajinan daerah sendiri.

Imbauan itu memang memberi angin segar. Sayang sebagian besar pelaku industri kecil di Wonosobo masih menghadapi banyak kendala. Baik menyangkut perluasan pasar, tambahan modal dan tersedianya alat yang memadahi.

Promosi melalui pemeran, bantuan alat dan permodalan dari pemkab, dinilai mereka masih terlalu kecil. Karena itu, belum bisa mendongkrak perkembangan industri secara signifikan dan meluas.

Rasanya, pemkab sudah waktunya mulai memikirkan penambahan modal baru yang lebih mencukupi bagi pelaku industri. Promosi pasar juga tidak cukup sekadar dari pameran ke pameran, tapi perlu digagas sentra lelang atau showroom bersama produk kerajinan di Wonosobo.

Dengan teroboasan itu, diharapkan perajin akan lekas maju dan produksinya bertambah karena permintaan pasar yang terus meningkat. Jika model bantuan hanya itu-itu saja, jangan harap gelombang ”tsunami” pasar industri akan melalap industri kecil di Wonosobo. (35)

—Haryati, pengurus Agupena (Asosiasi Guru Penulis Indonesia) Jawa Tengah dan Guru MAN Mendolo Wonosobo


Sumber:

http://agupenajateng.net/2009/07/14/tsunami-industri-kecil-di-wonosobo/

14 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar